BANDARLAMPUNG, FS – Kesunyian malam itu membuat
dirinya frustasi. “saya sudah bosan bertetangga dengan kesunyian malam,”
celetuk dihati Sugeng Haryono (30). Bagaimana tidak setiap malam ia selalu
dihantui dengan mitos dan suasana seram tempat tinggalnya. Selama dua tahun, ia
ditemani kesepian. Maklum ia baru menjadi warga disana.
Dari keresahannya, ia ingin memberikan sesuatu yang
bermanfaat untuk desanya. Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Lampung
Selatan, tempat yang menjadi inpirasinya. Ia melihat ada sebuah bangunan usang,
bekas balai desa kata warga disana. Jaraknya kurang lebih dua kilo meter dari
kediamannya. Balai hantu juga sering terdengar untuk menyebut bangunan itu.
Yah, bagaimana tidak bangunan itu tampak sunyi. Menurut Sugeng banyak yang
ngaku bahwa masyarakat sekitar mengalami hal-hal aneh, mendengar suara-suara
yang menyeramkan, tak ayal banyak yang ketakutan, ketika melewati balai itu.
Sugeng yang bekerja serabutan itu, menaruh perihatin
atas keadaan. Saat ia di Ponorogo sudah terbiasa mengelola sebuah taman baca
dan perputakaan desa sembari bekerja buka tambal ban. Maklum, ia merupakan
seorang sarjana lulusan Ilmu Perpustakaan Universitas Terbuka Unit Program
Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Ponorogo, Surabaya.
Ide mulai keluar dari kepalanya. “Bagaimana kalo balai
hantu ini dijadikan peprustakaan atau taman baca,” kenangnya. Beberapa temannya
menganggap sudah gila. Bangunan yang usang dimakan usia, tembok dan cat yang
sudah mengelupas disana sini, banyak sawang, sarangnya melata dan hewan hewan
malam. “Bahkan jin dan dedemit saja tinggal disana,” guyon Sugeng.
Sugeng mulai memutar otak. Melalui omong-omong kecil dengan kepala Desa
Lebungnala, dia meminta ijin untuk menggunakan bangunan. Akhirnya kepala desa pun membolehkan
untuk dibangun sebuah perpustakaan. Namun “instalasi listriknya pada hilang semua,” ujarnya.
Tak patah semangat, Ia mencoba membuat
lingkungannya yang baru jadi terarah dan lebih baik. Merubah sebuah Balai hantu menjadi sebuah tempat yang
bermanfaat bagi masyarakat, terutama generasi muda dan anak-anak. Sugeng berdiskusi dengan teman-teman yang mendukung
niatnya. Mereka berkomitmen perpustakaan harus jadi. Mereka mulai membersihkan dan
merenovasi seadanya.
Sugeng mulai
mengumpulkan beberapa buku yang didapat dari tukang loak. Ia juga meminta sumbangan buku ke masyarakat dari rumah
kerumah. Menatanya di satu ruangan menjadi tiga susun. Ia mulai mengajak
anak-anak sekolah dasar kelas enam dan murid-murid yang mengaji. Dengan keyakinannya, ia sampaikan kepada anak-anak itu pasti
ada orang lain yang akan membantu. “Sabar, yah,” air matanya tak terasa bercucuran
secara perlahan, namun ia menyembunyikan dari anak anak.
Ia yakin akan banyak
yang membantunya bersama-sama dalam mewujudkan cita-cita mulianya itu. Dari
hasil urun rembuk akhirnya perustakaan yang dibentuk diberinama “Perpusdes Ngeluri Ilmu”. Cara mendapatkan namanya juga terbilang unik. Sugeng
membentuk panitia kecil. Diadakanlah lomba untuk memberikan nama
perpustakaan. Antusias masyarakat pun sangat besar. Masyarakat tertarik untuk
memberi nama melaui SMS. “Hadiah yang kita
janjikan tidaklah terlalu besar untuk juara pertama pulsa senilai 20 ribu rupiah, sedang juara dua pulsa senilai 15
ribu rupiah dan juara ketiga pulsa senilai 10 ribu rupiah,” terang Sugeng.
Sebagai program
awal, Sugeng membuka bimbingan belajar
gratis bagi siswa sekolah
dasar kelas enam untuk meningkatkan kemampuan mereka menghadapi ujian
akhir sekolah. “Biar tak lagi ada
anak yang hanya menjadi korban dari kegagalan sebuah program terali kehidupan yang sangat mengekang langkah-langkah
inovatif.”
Ujarnya.
Sugeng aktif di situs
social, facebook. Kebiasaannya ini membawa
hikmah tersendiri baginya. Ia memanfaatkan untuk memperkenalkan kegiatannya. Dari perkenalan dengan teman-teman di dunia maya membuat orang
simpati dan ingin memberikan donasi. Saat itu ada nama akun facebook, Ariea Vitri, pertama kali
perduli terhadap perpustakaan. Ia
memberi buku koleksi pribadinya sebanyak 40 ekseplar. Gayung
bersambut, Sholikin,
sekretaris desa juga turut membantu menambah koleksi buku
dan biaya renovasi
bangunan. Tanpa pikir panjang. Sugeng segera membeli alat-alat listrik dan cat.
Sugeng juga dibantu
beberapa tenaga dari perangkat desa dan satu temannya. Bahkan Suradi, sebagai guru bimbingan belajar
Primagama ikut meluangkan waktu memberikan bimbingan belajar secara gratis.
Bahkan tak jarang memberi konsumsi bagi anak-anak didik mereka.
Hari demi hari dilalui bersama di perpustakaan impian. Mereka
membuat kegiatan menanam pinang dan jeruk nipis. Tanam itu ditanam di sepanjang
jalan depan perpustakaan. “Kepandaian
dalam ilmu dan pendidikan serta keberhasilan dalam materi tidak akan ada
gunanya bila tidak peduli dengan alam,” begitulah cetus salah satu relawan, kata Sugeng.
Perpustakaan Keliling
Dari berdiam diri dan menularkan minat baca dikalangan masyarakat secara luas, Perpustakaan Ngeluri Ilmu mencoba
mendatangi beberapa tempat-tempat warga. Sugeng membeli gerobak bagasi kain. Gerobak Bekasi kain itu ia cantolkan di atas motor tuanya.
Ia mulai mengelilingi tempat-tempat strategis di seputaran Desa Lebungnala. Seperti pos
kamling, warung kopi, bengkel, dan gang-gang pemukiman yang padat penduduk
tempat biasa masyarakat berkumpul.
“karena hanya
menunggu,merupakan hal yang sangat sulit untuk didatangi pembaca. karena masyarakat kita masih pasih untuk memahami tentang
pentingnya datang keperpustakaan untuk membaca,”
ujar Sugeng.
Dengan motor tuanya
itu, program perpustakan keliling yang diberinama Motor
Pustaka Indpirasiku selalu diserbu pemustaka sampai kehabisan
koleksi tanpa sisa. “Yang menjadi kendala kehabisan koleksi. Koleksi saya jadi
kosong sekarang. Saya kesulitan dalam penambahan koleksi. Saya berharap ada
suport sistem dengan penambhn koleksi dan ada sarana yang mendukung dari
pemerintah karena motor ini motor tua dan banyak banget problemnya terutama
mesin, Mas,” terang Sugeng.
Awal terpikirnya ide perpus keliling
ini menurut Sugeng, “Masyarakat disini susah
dalam mendapatkan buku bacaan , dan menurut saya semua masyarakat tua, muda,
laki-laki, perempuan, kaya, miskin sama mempunyai hak untuk mendapatkan bahan
bacaan.”
Kini, kurang lebih Perpustakaan Ngeluri Ilmu berjumlah 200 anggota perpustakaan
dan memiliki 486 koleksi buku. Perpustakaan keliling juga mendatangi sekolah-sekolah,
taman pelajaran Al Quran serta keliling ke pelosok-pelosok. “Supaya lebih
mengena karena kalau diam di Perpustakaan Desa Ngeluri Ilmu saja kurang
mengena. Motor pustaka juga melaksanakan promosi kepada masyarakat agar peduli
dengan masa depan anak bangsa yang berwawasan luas dengan program donor satu
buku sama dengn sejuta harapan.” jelasnya.
Pria yang kesehariannya bekerja buka tambal ban ini. Berkeliling
tiap Jumat dan Sabtu pagi. Ia berharap kegiatan ini perlu dikembangkan dan diperkenalkan kepada masyarakat,
agar mereka dapat memanfaatkan perpustakaan keliling sebagai suatu sarana
pengembangan pribadi dalam pendidikan nonformal untuk mengatasi kesenjangan
informasi.
Menurutnya berkeliling
merupakan alternatif.
Namun keterbatasan jumlah buku, terkadang membuatnya sering di ejek. “Bukune Kok Pancet Ae,” ujar Sugeng
menirukan. “Inilah yang membuat saya semangat dan termotifasi, karena
ternyata kita mendapat perhatian dan sorotan,” tambahnya.
Selain program perpustakaan keliling, Sugeng
berangan-angan ingin membuat kegiatan yang bersentuhan dengan alam seperti outbond. “Nanti perpustakaan itu mampu memberikan ketrampilan khusus
kepada masyarakat bukan hanya masyarakat sekitar perpustakaan atau yang hanya
didesa Lebungnala saja, tetapi masyarakat luas tentang bagaimana cara mengolah jamu
tradisional, mulai dari menanam tanaman toga, membuat jamu, sampai dengan
memahami serta menggali manfaat yang dikandung oleh berbagai jamu dilakukan
langsung dari pohon dan diolah ditempat itu.” Jelas Sugeng.
Menurtunya orang-orang yang sekarang
berada dan belajar di perpustakaan ini pada akhirnya menjadi relawan-relawan
yang siap bebagi ilmu dan beramal demi masyarakat
dan juga kelestarian alam. “Semoga cita-cita mulia ini bisa terwujud,”
tambahnya. (AR)http://aprohan.blogspot.com/2015/05/balai-hantu-sumber-inspirasi.html
0 komentar:
Posting Komentar